Peringatan Hari Hutan Internasional



Sejak tahun 2012, Majelis Umum PBB telah menetapkan tanggal 21 Maret sebagai peringatan Hari Hutan Internasional. Tahun 2022 bertema: “Forests and sustainable production and consumption”.[i] Tema tersebut berarti seluruh pihak harus mengakhiri berbagai bentuk pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan sehingga berdampak negatif terhadap kelestarian ekosistem hutan. Sudah saatnya, seluruh stakeholders turut memberikan dukungan yang nyata dan kredibel atas setiap upaya pengelolaan hutan berkelanjutan yang telah dilaksanakan oleh negara dan masyarakat.

Peringatan Hari Hutan Internasional meningkatkan kesadaran akan pentingnya ekosistem hutan. Menurut laporan PBB berjudul “the Global Forest Goals Report 2021” diterbitkan oleh Departemen Ekonomi dan Urusan Sosial PBB (the UN Department of Economic and Social Affairs/ UN DESA), melalui Sekretariat Forum PBB tentang Hutan (United Nations Forum on Forests Secretariat/ UNFFS), luasan hutan di permukaan daratan bumi saat ini, mencapai 4 miliar hektar, atau setara 31% dari luas daratan di dunia.[ii] Seluruh negara di dunia didorong untuk melakukan upaya secara lokal, nasional dan internasional untuk melaksanakan kegiatan terkait upaya pelestarian ekosistem hutan. Mengingat berbagai manfaat yang telah diberikan oleh ekosistem hutan, antara lain yaitu:[iii]

  • Sektor kehutanan menciptakan lapangan kerja bagi sedikitnya 33 juta orang dan hasil hutan digunakan oleh miliaran orang. Diperkirakan lebih dari setengah produksi ekonomi dunia (seperti PDB) bergantung pada jasa ekosistem, termasuk yang disediakan oleh hutan. Lebih dari setengah total penduduk dunia diperkirakan menggunakan hasil hutan bukan kayu adalah penunjang kesejahteraan dan sumber mata pencaharian masyarakat.

  • Hutan sangat penting untuk kesehatan planet dan kesejahteraan manusia. Hutan menutupi hampir sepertiga dari permukaan tanah bumi dan menyediakan barang-barang seperti kayu, bahan bakar, makanan dan pakan ternak, membantu memerangi perubahan iklim, melindungi keanekaragaman hayati, tanah, sungai dan waduk, dan berfungsi sebagai area di mana orang bisa dekat dengan alam.

  • Menggunakan hutan secara berkelanjutan akan membantu kita beralih ke ekonomi yang didasarkan atas bahan baku yang terbarukan, dapat digunakan kembali, dan dapat didaur ulang. Kayu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, dengan dampak lingkungan yang lebih rendah daripada banyak bahan alternatif. Kayu yang digunakan sekali dapat digunakan kembali dan didaur ulang, sehingga memperpanjang umurnya dan semakin mengurangi jejak materialnya.

  • Memperluas penggunaan hasil hutan berkontribusi pada netralitas karbon. Ilmu pengetahuan dan inovasi menghasilkan produk baru yang menarik dari kayu dan pohon, termasuk tekstil, makanan, bahan bangunan, kosmetik, biokimia, bioplastik, dan obat-obatan. Mengganti bahan yang kurang berkelanjutan dengan kayu terbarukan dan produk berbasis pohon dapat mengurangi jejak karbon.

  • Kayu yang lestari adalah bahan penting untuk menghijaukan kota. Sektor bangunan dan konstruksi bertanggung jawab atas hampir 40 persen emisi gas rumah kaca terkait energi secara global. Inovasi memungkinkan penggunaan lebih banyak kayu di gedung-gedung tinggi dan infrastruktur lainnya, membantu “menghijaukan” kota, karena kayu menyimpan karbon, membutuhkan lebih sedikit energi untuk diproduksi daripada banyak bahan konstruksi lainnya, dan menyediakan insulasi yang baik.

  • Hutan sangat penting untuk menunjang produksi pangan. Jasa ekosistem hutan, seperti habitat keanekaragaman hayati, pengaturan iklim, kualitas air dan tanah, dan penyerbukan sangatlah penting untuk sistem pangan pertanian berkelanjutan dan memberi makan populasi global yang terus bertambah. Selain itu, lebih dari tiga perempat rumah tangga pedesaan di seluruh dunia diperkirakan memanen makanan liar dari hutan dan lingkungan lainnya.

  • Diperlukan lebih banyak tindakan untuk menghentikan deforestasi dan degradasi hutan. Sejak tahun 1990, dunia telah kehilangan 420 juta hektar hutan (lebih besar dari luas negara India), dan masih terjadi deforestasi seluas 10 juta hektar per/ tahun, terutama karena ekspansi lahan pertanian. Pengelolaan hutan secara lestari dapat mengurangi deforestasi dan degradasi, memulihkan lanskap yang terdegradasi, dan menyediakan lapangan kerja dan material terbarukan bagi masyarakat.

  • Pilih produk kayu dari sumber yang legal dan berkelanjutan. Konsumen dapat berkontribusi pada pemanfaatan hutan yang berkelanjutan dengan memilih produk kayu dengan label atau sertifikasi yang menegaskan bahwa produk tersebut berasal dari sumber yang legal dan berkelanjutan.

 


Foto: sertifikasi ramah lingkungan untuk produk kehutanan, yang menjadi salah satu indikator bagi konsumen untuk menentukan hasil produksi hutan yang lestari.

Selaras dengan hal tersebut, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres juga mengungkapkan, bahwa hutan yang sehat sangat penting bagi manusia dan planet ini. Hutan berfungsi sebagai filter alami, menyediakan udara dan air bersih, dan mereka adalah surga keanekaragaman hayati. Membantu mengatur iklim kita dengan mempengaruhi pola curah hujan, mendinginkan daerah perkotaan dan menyerap sepertiga dari emisi gas rumah kaca. Hutan menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak komunitas dan masyarakat adat, serta sumber dari obat-obatan, makanan, sekaligus tempat perlindungan. Sayangnya, masih terjadi kerusakan atau kehancuran hutan sekitar 10 juta hektar hutan setiap tahunnya.

Indonesia sebagai salah satu negara pemilik hutan terluas di dunia, sejak era orde baru telah mengandalkan hutan sebagai penunjang pertumbuhan ekonominya. Karenanya kelestarian hutan menjadi suatu keniscayaan dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Menurut Laporan State Forest Indonesian Tahun 2020, yang diterbitkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup bekerjasama dengan FAO (Food and Agriculture Organization) Perserikatan Bangsa-Bangsa, luasan kawasan di Indonesia yang ditetapkan sebagai Kawasan Hutan mencapai 120 Juta Ha, atau seluas 64 persen dari seluruh wilayah daratan Indonesia. Karena letak geografisnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati dan endemisitas yang sangat tinggi, serta memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang lebih tinggi daripada negara lain di dunia.[iv]

Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan Hutan Produksi Indonesia seluas 68,8 juta hektar, dimana luasan kawasan yang telah diberikan konsesi mencapai 34,18 juta hektar, sedangkan sisanya 34,62 juta hektar belum dibebankan izin.[v] Sedangkan menurut Laporan Status Hutan dan Kehutanan Indonesia pada tahun 2018, luasan kawasan hutan yang telah diberikan izin konsesi mencapai 30,7 Juta Hektar, dan seluas 38,1 juta hektar sisanya belum dibebani izin apapun.[vi]

 


Foto: Kayu bulat (tangiable) yang masih menjadi tumpuan ekonomi hutan di Indonesia

Menurut data Statistik Produksi Kehutanan 2020 yang diterbitkan oleh BPS, pada tahun 2020 Hutan di Indonesia menghasilkan kayu bulat sebesar 61,02 juta m³. Sebesar 68,39 persen produksi kayu bulat di Indonesia berasal dari Pulau Sumatra, mencapai 41,73 juta m³. Produksi kayu bulat terbesar adalah kayu akasia sebanyak 32,114 juta m³ (52,63 persen), kayu kelompok rimba campuran sebanyak 20,655 juta m³ (33,85 persen), kayu kelompok meranti sebanyak 4,795 juta m³ (7,86 persen), kayu kelompok indah sebanyak 0,492 juta m³ (0,81 persen), kayu kelompok eboni sebanyak 0,001 juta m³ (0,00 persen), sedangkan sisanya kayu lainnya sebanyak 2,961 juta m³ (4,85 persen).[vii]

Sedangkan produksi kayu olahan pada tahun 2020, berupa chip dan partikel sebesar 21,54 juta m³ dan 12,33 juta ton, diikuti oleh bubur kayu sebesar 8,18 juta ton, kayu lapis sebesar 3,88 juta m³, kayu gergajian sebesar 3,72 juta m³, veneer sebesar 2,04 juta m³, papan serat sebesar 0,69 juta m³, barecore sebesar 0,38 juta m³, moulding/dowel sebesar 0,28 juta m³, dan papan partikel sebesar 0,02 juta m³. Sedangkan sisa kayu olahan lainnya sebanyak 0,34 juta m³ dan 0,03 juta ton. Sebagian besar produk kayu olahan dihasilkan di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Produksi kayu olahan berupa chip & partikel, bubur kayu, dan papan serat sebagian besar berasal dari pulau Sumatera. Produksi kayu olahan dengan jenis kayu lapis, kayu gergajian, veneer, barecore, dan moulding/ dowel sebagian besar berasal dari pulau Jawa.

Kemudian untuk produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) dengan jenis rotan, getah karet, dan sagu banyak yang berasal dari pulau Sumatera. Produksi hutan bukan kayu dengan jenis bambu, getah pinus, daun kayu putih, gondorukem, madu, dan terpentin sebagian besar berasal dari pulau Jawa. Sementara, sebagian besar produksi hutan bukan kayu dengan jenis sagu dan minyak kayu putih berasal dari pulau Maluku dan Papua.[viii]

Sampai saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki ketergantungan ekonomi terhadap potensi kawasan hutan. Sebanyak 25.800 desa, atau 34,1% dari total 74.954 desa di seluruh Indonesia, merupakan wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Kawasan konservasi terestrial seluas 22,1 juta hektar dikelilingi oleh 6.381 desa, dengan sebagian besar penduduknya memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.[ix]

Pengelolaan hutan yang lestari dan pemanfaatannya atas sumber daya adalah kunci untuk memerangi perubahan iklim dan berkontribusi pada kemakmuran dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang. Hutan juga memainkan peran penting dalam pengentasan kemiskinan dan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Selain itu, Hutan, melalui jasa ekosistemnya, adalah solusi kunci berbasis alam untuk membangun kembali ekonomi global pascapandemi dengan cara melestarikan alam, sambil mendorong pertumbuhan ekonomi.[x]


Tema Hari Hutan Internasional Tahun 2022, “Choose Sustainable Wood for People and Planet”

Seluruh manfaat dan upaya pengelolaan ekosistem hutan telah terangkum dalam Rencana Strategis PBB untuk Hutan 2017–2030 (The United Nations Strategic Plan for Forests 2017–2030) yang memberikan kerangka kerja global untuk tindakan pengelolaan seluruh jenis hutan secara berkelanjutan dan untuk menghentikan deforestasi dan degradasi hutan.

Rencana Strategis PBB untuk Hutan 2017-2030 dibuat dengan misi untuk mempromosikan pengelolaan hutan lestari dan meningkatkan kontribusi hutan dan pohon ke Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan. Rencana tersebut juga menggariskan, bahwa untuk menciptakan dunia di mana hutan dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya bagi generasi sekarang dan mendatang, maka yang pertama dan utama, adalah dibutuhkan lebih banyak hutan. Sehingga berbagai anggapan yang mempertentangkan antara keberlanjutan pembangunan dan kelestarian hutan, sehingga menciptakan pembenaran sebuah deforestasi, patut dikaji kembali secara mendalam.

Inti dari Rencana Strategis adalah enam Tujuan Hutan Global (Global Forest Goals/ GFGs) dan 26 target terkait yang bersifat sukarela dan universal. Enam Tujuan Hutan Global yang secara langsung mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, mencakup:[xi]

  1. Membalikkan kehilangan tutupan hutan di seluruh dunia melalui pengelolaan hutan lestari, termasuk perlindungan, restorasi, aforestasi dan reboisasi, dan meningkatkan upaya untuk mencegah degradasi hutan dan berkontribusi pada upaya dunia untuk mengatasi perubahan iklim.

  2. Meningkatkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan berbasis hutan, termasuk dengan meningkatkan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hutan.

  3. Meningkatkan kawasan hutan lindung di seluruh dunia dan kawasan hutan yang dikelola secara lestari lainnya secara signifikan, serta proporsi hasil hutan dari hutan yang dikelola secara lestari.
  4. Memobilisasi sumber daya keuangan baru dan tambahan yang meningkat secara signifikan dari semua sumber untuk pelaksanaan pengelolaan hutan lestari dan memperkuat kerjasama dan kemitraan ilmiah dan teknis.

  5. Mempromosikan kerangka tata kelola untuk menerapkan pengelolaan hutan lestari, termasuk melalui instrumen hutan PBB, dan meningkatkan kontribusi hutan pada Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.

  6. Meningkatkan kerja sama, koordinasi, koherensi, dan sinergi dalam isu-isu terkait hutan di semua tingkatan, termasuk di dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa dan di seluruh organisasi anggota Kemitraan Kolaboratif di Hutan, serta lintas sektor dan pemangku kepentingan terkait.



Semoga peringatan Hari Hutan Internasional menjadi momentum untuk mengingatkan kembali nilai dan manfaat keberadaan ekosistem hutan, sekaligus mendorong komitmen atas pelestarian ekosistem hutan di seluruh dunia. Selamat Hari Hutan Internasional…

[i] Lihat dalam: (https://www.fao.org/international-day-of-forests/en/)

[ii] United Nations Department of Economic and Social Affairs, United Nations Forum on Forests Secretariat (2021). The Global Forest Goals Report 2021

[iii] Lihat dalam: (https://www.fao.org/international-day-of-forests/key-messages/en/)

[iv] Ministry of environment and Forestry, republic of Indonesia (2021), State Forest Indonesian Tahun 2020

[v] Ibid.

[vi] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, (2019), Status Hutan dan Kehutanan Indonesia Tahun 2018

[vii] Badan Pusat Statistik, “Statistik Produksi Kehutanan 2020”, dokumen dapat diakses di (https://www.bps.go.id/publication/2021/07/30/d45441e7214b3c12c9653c45/statistik-produksi-kehutanan-2020.html)

[viii] Ibid.

[ix] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, (2019), Status Hutan dan Kehutanan Indonesia Tahun 2018

[x] Lihat dalam: (https://www.unep.org/resources/factsheet/investing-forests-build-back-better-greener)

[xi] United Nations Department of Economic and Social Affairs, United Nations Forum on Forests Secretariat (2021). The Global Forest Goals Report 2021